Kenapa Harus Malu?

Beberapa masih malu mengakui almamater atau lulusan mana. Bahkan ad yang berbohong. Kenapa harus malu? Toh itu yang membesarkan kita sampai saat ini. Bacaan menarik yang saya temukan di Edukasi Kompasiana. Enjoy!

Untuk: Lulusan Fakultas Pertanian UMY


Source: Edukasi Kompasiana

Dunia pendidikan seharusnya menjadi tempat untuk menempa kompetensi dalam bersaing di dunia kerja. Sebagai salah seorang tamatan Fakultas Pertanian, saya pernah merasakan ternyata kemampuan keilmuan yang diperoleh semasa kuliah belumlah cukup untuk menjadi tenaga kerja yang profesional di bidang pertanian. 

Mungkin hal yang akan saya ceritakan adalah sesuatu yang mungkin banyak di alami oleh lulusan para sarjana, ketika saya lulus kerja sangat kesulitan untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahlian yang saya punyai. Akhirnya setelah mengajukan lamaran ke berbagai tempat, saya diterima di suatu perusahaan leasing namun saya hanya mampu bertahan selama 3 bulan karena saya merasa pekerjaan ini bukanlah keahlian yang saya miliki.

Dengan sedikit kesabaran menunggu akhirnya saya dipanggil wawancara pada sebuah perusahaan kelapa sawit namun justru saat wawancara yang di tanya bukanlah kemampuan keilmuan di bidang pertanian tapi justru yang di tanya pengalaman berorganisasi yang pernah saya geluti. Setelah lulus tes wawancara akhirnya saya diterima bekerja sesuai dengan latar belakang pendidikan yang saya peroleh.

Sebagai seorang pekerja lapangan  di perkebunan kelapa sawit, saya merasa pasti bisa mengikuti pekerjaan yang telah diberikan kepada saya namun setelah berada di lapangan justru saya merasa seperti kata-kata filsuf Yunani “Semakin saya banyak tahu maka semakin tahulah saya tidak tahu apa-apa”. Justru banyak kejadian yang menyadarkan saya ternyata ilmu yang di peroleh semasa kuliah hanyalah untuk meningkatkan pola pikir sedangkan kompetensi di bentuk saat bekerja. 

Ada kejadian yang sampai sekarang masih membekas dalam pikiran saya sewaktu saya menyuruh seorang pekerja untuk membersihkan areal yang tampak semak menurut saya namun tiba-tiba karyawan tersebut membantah itu tidak bisa di tebas atau dibersihkan karena itu adalah tanaman kacangan penutup tanah yang berguna bagi pertumbuhan kelapa sawit tentu apa yang dikatakan oleh pekerja itu benar dan banyak cerita dilapangan bagaimana ternyata kemampuan saya miliki belumlah optimal kadangkala terbersit ‘rasa malu’ di dalam hati ternyata kemampuan intelektual saya belumlah cukup dan memadai dalam mengarungi dunia pekerjaan, bayangkan saja seorang lulusan pertanian  mengenal tanaman kelapa sawit hanyalah selama 6 bulan  dengan hanya 16 kali pertemuan saja itupun hanya sebatas teoritis tanpa praktek kerja. Setelah hampir 1 tahun mengikuti masa training kerja yang setiap 2 bulan sekali pindah kerja baik itu di panen, perawatan, pabrik, bengkel dan agronomis maka saya menyadari untuk membentuk kompetensi kerja dibutuhkan waktu, kesabaran dan ditunjang dasar ilmu pertanian. Sehingga keilmuan yang diperoleh di bangku sekolah maupun kuliah hanyalah suatu pondasi atau dasar bukan suatu bangunan yang telah jadi dan sempurna serta siap untuk ditempati.

Keilmuan dan intelektualitas yang diterima sewaktu dibangku sekolah dan kuliah belumlah menjamin kompetensi dikarenakan dunia pendidikan belum berbasiskan kompetensi sesuai dengan dunia kerja   namun kemauan untuk terus belajar dari pekerjaan yang kita lalui dan kita kerjakan adalah salah satu hal yang penting dalam mengasah kemampuan kita dalam bersaing di dunia kerja.

Kunjungi situs situs UMY Yogya yang lain




Tidak ada komentar:

Posting Komentar